Dilema Penggunaan Skala Psikologi Dalam Seleksi Karyawan


Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa kepribadian menjadi prediktor yang kuat terhadap performansi kerja individu. Peranan kepribadian individu pada banyak penelitian cukup dominan dalam mendukung performansi kinerja, selain kompetensi dan abilitas kogniitif. Kepribadian tersebut diukur dengan menggunakan berbagai jenis instrumen pengukuran. Salah satu jenis yang banyak dikembangkan oleh peneliti adalah pengukuran kepribadian atau skala psikologi dengan menggunakan self-report. 


Meski banyak pengukuran kepribadian menggunakan self report banyak dikembangkan namun penggunannya secara praktis masih minim. Banyak praktisi yang tidak memanfaatkan jenis pengukuran ini dengan alasan instrumen tersebut mudah ditipu. Karena tahu bagaimana mendapatkan skor yang tinggi, maka responden dapat dengan mudah memberikan tanggapan distortif yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

Berikut ini beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan fungsi skala psikologi dalam konteks seleksi.


  • Menggunakan butir yang objektif dan mudah diverifikasi (verifiable), baik melalui biodata atau wawancara.
  • Melibatkan butir yang ambigu atau tidak terkait dengan bidang pekerjaan.
  • Memberikan peringatan (caution) bahwa memberikan informasi yang tidak benar akan dikeluarkan dalam proses perekrutan.
  • Menggunakan butir yang menekankan pada situasi nyata yang dihadapi dalam pekerjaan (situational judgement).
  • Menggunakan butir yang bisa mendeteksi respon distortif (e.g. integrity scale, social desirability scale, etc)
  • Menggunakan item keyed scoring, yaitu penyekoran tidak harus pola kontinum 1,2,3,4, akan tetapi bisa jadi 1,3,4,2. Kadang pada situasi tertentu respons netral memiliki skor lebih tinggi dibanding ‘sesuai’ atau ‘tidak sesuai’.



Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar